Minggu, 08 November 2009

INTERVIEW WITH EDDIE HARA

Mario, Adi

Image and video hosting by TinyPic

Indonesia seharusnya merasa beruntung memiliki seorang seniman bernama Eddie Hara. Seniman yang karyanya bisa dikategorikan masuk kedalam lowbrow art ini kini menetap di Basel, Swiss sejak 1997 silam. Tidak salah juga bila meng-klaim beliau sebagai pionir lowbrow di Asia Tenggara. Seniman yang kini berusia 53 tahun ini masih sangat bersemangat anak muda yang terlihat dari passion dan penampilan beliau yang bisa dikatakan “bukan era orang tua”: Bermuda shorts, t-shirt Obey, piercing, tattoos, beers, dan mendengarkan musik heavy metal macam Iron Maiden. Wawasannya pun masih bisa mengimbangi obrolan-obrolan anak muda masa kini. Berikut adalah obrolan singkat dengan Eddie Hara di sebuah hotel di bilangan Prawirotaman, Jogja saat beliau sedang berlibur bersama keluarga Juli lalu. Tak lupa 3 botol bir dingin disiapkan lengkap beserta camilan…

Apakah disana (Basel, Swiss) mas Eddie masih dekat dengan anak-anak muda ?

Masih-masih, karena temen saya disana banyak juga yang graffiti/street artists atau comic artists.

Kalo media yang dipakai oleh Mas Eddie sendiri hanya terbatas pada media konvensional saja (canvas/paper) atau ada media lain?

Kemarin ini desain saya baru saja dipakai oleh sebuah designer shop yang dibuat secara exclusive dan bukan dengan teknik silkscreen printing, tapi semacam kertas yang harus disterika dulu agar menempel di kaos. Padahal teknik seperti ini kan sudah punah kalo di Indonesia.

Kalau disana apakah mengenal booming seni kontemporer juga seperti Indonesia atau disana malah sudah lebih established?

Kalo masalah booming sih sebetulnya sama saja. Biasa memang, namun ada kecenderungan baru terhadap seni jalanan, kalo di musik ada istilah indie, di dalam seni rupa juga sebetulnya ada istilah seperti itu. Biasanya mereka menolak bekerja sama dengan galeri-galeri mapan, dan biasanya bergerak secara komunal. Menyewa gedung untuk pameran pun dikerjakan secara bersama-sama. Biasanya ini dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang mencari ruang baru untuk bereksperimen.

Apakah karya-karya street artists itu juga terpajang di art gallery yang katakanlah mapan?

Beberapa lama-lama juga seperti itu, ya seperti contohnya Shepard Fairey kalo di US, awalnya dia memang beraksi di jalanan, tapi lama-lama melihat fenomena seperti itu dimana-mana banyak perusahaan anak muda memakai desain Fairey ini. Baru kemudian banyak art gallery mengangkat karya-karyanya. Dan sukses juga. Seperti saat kasus lukisan Obama itu.


Sikap pemerintah di sana terhadap seni jalanan sendiri gimana?

Kalo secara hokum aksi seni jalanan itu masih tergolong vandalisme. Jadi tetap harus sembunyi-sembunyi.

Kalo kegiatan mas Eddie disana gimana?

Ya masih bikin mural juga, tapi saya ngga pernah melakukan di Basel karena dendanya mahal kalo ketahuan, sekitar 200 dollar untuk memasang stiker di ruang public. Baru kalo saya liburan di Italia atau Spanyol saya biasa membawa fotokopian untuk ditempel ditempat-tempat umum.

Image and video hosting by TinyPic

Iklim berkesenian disana gimana mas bila dibanding Indonesia? Apakah kondusif?

Sebetulnya sama saja, tapi karena disana banyak ruang public yang sifatnya mendukung atau sepertinya dibuat untuk ajang ekspresi di tengah perkotaan. Tapi sebenarnya fenomena itu sama saja, itu kan fenomena urban. Awal-awalnya kan sama saja, itu mewakili kegelisahan anak muda. Tentang lingkungannya, situasi perkotaan, isu sosial atau politik. Itu peralihan dari grafitti oldschool di New York, Berlin, lalu kemudian beralih ke unsur yang memuat graphic design macam Space Invader dengan mosaik nya, Banksy atau Swoon, yang memakai teknik stensil secara masif.

Kalo disana tampaknya terekspos atau diwadahi oleh media, tetapi kalo disini tampaknya masih kurang dalam hal wadah atau media

Memang betul, di Eropa bagusnya mereka selalu mencari gejala-gejala baru yang kemudian diwacanakan. Itu makanan empuk bagi para kurator atau para seniman. Mungkin kita belum berani untuk memulai saja. Tapi tampaknya disini sudah ada banyak media yang mulai concern terhadap seni-seni jalanan.


Photo: doc. Eddie Hara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar